1. Kematian yang tiba-tiba:
Seorang
anggota parlemen dalam kondisi kesehatan yang prima, penuh energik dan memiliki
etos kerja sangat tinggi, orangnya masih muda. Namun, tiba-tiba virus ganas
menyerang otaknya. Tak berlangsung lama, virus tersebut berubah menjadi
segumpal daging. Anggota parlemen itu akhirnya tidak berdaya dan meninggal
dengan cara yang amat mengenaskan.
2.
Kematian
tak kenal orang sehat sehat atau sakit:
Seorang
komandan tinggi dijajaran angkatan bersenjata, ia tidak pernah mengeluhkan
suatu penyakit apapun, tubuhnya padat berisi, otot-ototnya kekar, lincah dan
gesit dalam melakukan tugas diteritorialnya. Seperti biasa , pada suatu malam,
ia pergi tidur. Di pagi hari, sang ibu membangunkannya. Tak ada jawaban. Apa
yang terjadi ? ternyata tubuhnya telah dingin dan terbujur kaku. Tidur itu
mengahantarkan pada kematian yang tak akan kembali lagi.
3.
Temanku mati terbakar
Abu
Abdillah berkata : “ Aku tak tahu, bagaimana harus menuturkan kisah ini padamu.
Kisah yang pernah aku alami sendiri beberapa tahun yang lalu, sehingga mengubah
total perjalanan hidupku, sebenarnya aku tak ingin menceritakannya, tapi demi
tanggung jawab di hadapan Allah, dan peringatan bagi para pemuda yang
mendurhakai Allah dan demi pelajaran bagi para gadis yang mengejar bayangan
semu, yang disebut cinta, maka aku ungkapkan kisah ini.
Ketika
itu, kami tiga sekawan. Yang mengumpulkan kami adalah kesamaan nafsu dan
kesia-siaan. Oh tidak, kami berempat satunya lagi adalah setan.
Kami
berburu gadis-gadis. Mereka kami rayu dengan kata-kata manis, hingga mereka
takluk, lalu kami bawa ke sebuah taman kecil terpencil. Di sana kami berubah
menjadi serigala-serigala yang tak
menaruh belas kasihan mendengar rintihan permohonan mereka, hati dan perasaan
kami sudah mati.
Begitulah hari-hari kami di taman, di tenda
atau dalam mobil yang di parkir di pinggir pantai. Sampai suatu hari, yang tak
pernah saya bisa melupakannya, seperti biasa kami pergi ke taman. Seperti biasa
pula, masing-masing kami menyantap satu mangsa gadis, di temani minunan laknat.
Satu hal kami lupa saat itu, makanan. Segera salah seorang di antara kami
bergegas membeli makanan dengan mengendarai mobilnya. Saat ia berangkat. Jam
menunjukkan pukul enam sore. Beberapa jam berlalu, tapi taman kami itu belum
juga kembali. Pukul sepuluh malam , hatiku mulai tak enak dan gusar. Maka
aku segera membawa mobil untuk
mencarinya, di tengah perjalanan, di kejauhan aku melihat jilatan api, aku
mencoba mendekat.
Astaghfirullah,
aku hampir tak percaya dengan yang kulihat. Ternyata api itu bersumber dari
mobil temanku yang terbalik dan terbakar. Aku panik seperti orang gila. Aku
segera mengeluarkan tubuh temanku dari mobilnya yang masih menyala. Aku ngeri
tatkala melihat separuh tubuhnya masak terpanggang api. Kubopong tubuhnya lalu
kuletakkan di tanah.
Sejenak
kemudian, dia berusaha membuka kedua belah matanya, ia berbisik lirih : “ api
…., api ……!
Aku
memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit dengan mobilku. Tetapi dengan suara
campur tangis, ia mencegah: “ Tak ada gunanya .. aku tak akan sampai …!
Air
mataku tumpah, aku harus menyaksikan temanku
meninggal di hadapanku. Di tengah kepanikanku, tiba-tiba ia berteriak
lemah: “ apa yang mesti kukatakan kepadaNya? Apa yang mesti kukatakan padaNya?
Aku
memandanginya penuh keheranan. “ siapa ? Tanyaku. Dengan suara yang seakan berasal dari sumur yang amat dalam, dia
menjawab : “Allah!”
Aku
merinding ketakutan. Tubuh dan perasaanku terguncang keras. Tiba-tiba temanku
itu menjerit, gemanya menyelusup kesetiap relung malam yang gulita, lalu
kudengar teriakan nafasnya yang terakhir
: “ Innaalillaahi wa’inna ilaihi raajiuun.”
Setelah
itu, hari-hari berlalu seperti sedia kala, tetapi bayangan temanku yang
meninggal, jerit kesakitannya, api yang membakarnya, dan lolongannya” apa yang
harus kukatakan padaNya ? Apa yang harus kukatakan padaNya? Seakan terus
membuntuti setiap gerak dan diamku.
Pada
diriku sendiri aku bertanya: “ Aku …apa yang harus kukatakan padaNya?
Air
mataku menetes lalu sebuah getaran aneh menjalari jiwaku. Saat puncak
perenungan itulah, sayup-sayup aku mendengar adzan subuh menggema: Allahu
Akbar, Allahu Akbar, Asyhadu alla ilaaha illa Allah …. Asyhadu Anna Muhammadar
Rasuulullah, Hayya ‘ Alash Shalaah …”
Aku
merasa bahwa adzan itu hanya ditujukan pada diriku saja. Mengajakku menyingkap
fase kehidupanku yang kelam, mengajakku pada jalan cahaya dan hidayah. Aku
segera bangkit mandi dan wudhu, mensucikan tubuhku dari noda-noda kehinaan yang
menenggelamku selama bertahun-tahun.
Sejak
saat itu, aku tak pernah lagi meninggalkan shalat. Aku memuji Allah, yang tidak
layak dipuji selain Dia. Aku telah menjadi manusia lain. Maha Suci Allah yang
mengubah berbagai keadaan. Dengan seizing Allah , aku telah menunaikan umrah.
Insya Allah aku akan melaksanakan haji dalam waktu dekat, siapa yang tahu ?
umur ada di tangan Alloh ? [[1]].
4.
Kesudahan
yang berlawanan:
Tatkala
masih di bangku sekolah, aku hidup bersama kedua orang tuaku dalam lingkungan
yang baik. Aku selalu mendengar do’a ibuku saat pulang dari keluyuran dan
begadang malam. Demikian pula ayahku, ia selalu dalam shalatnya yang panjang.
Aku heran mengapa ayah shalat begitu lama, apa lagi jika saat musim dingin yang
menyengat tulang.
Aku sungguh heran, bahkan hingga aku berkata
kepada diriku sendiri : “ alangkah sabarnya mereka …. Setiap hari begitu …..
benar-benar mengherankan!.
Aku belum tahu bahwa di situlah kebahagiaan
orang mukmin, dan itulah shalat-shalat orang-orang pilihan… mereka bangkit dari
tempat tidurnya untuk bermunajat kepada Allah.
Setelah menjalani pendidikan militer, aku
tumbuh sebagai pemuda yang matang. Tetapi diriku semakin jauh dari
Allah.padahal berbagai nasihat kuterima dan kudengar dari waktu ke waktu.
Setelah tamat dari pendidikan, aku
ditugaskan di kota yang jauh dari kotaku. Perkenalanku dengan teman-teman
sekerja membuatku agak ringan menanggung beban sebagai orang terasing.
Di sana, aku tak mendengar lagi suara bacaan
Al Qur’an. Tak ada lagi suara ibu yang membangunkan dan menyuruhku shalat. Aku
benar-benar hidup sendirian jauh dari lingkungan keluarga yang dulu kami
nikmati.
Aku ditugasi mengatur lalu lintas di jalan
tol. Di samping menjaga keamanan jalan. Tugasku membantu orang-orang yang
membutuhkan bantuan. Pekerjaan baruku sungguh menyenangkan, aku lakukan
tugas-tugasku dengan semangat dan dedikasi tinggi, tetapi hidupku bagaikan di
ombang- ambingkan ombak.
Aku bingung dan sering melamun sendirian…
bayak waktu luang …. Pengetahuanku terbatas.
Aku mulai jenuh… tak ada yang menuntunku di
bidang agama. Aku sebatang kara. Hampir setiap hari yang kusaksikan hanya
kecelakaan dan orang-orang yang mengadu kecopetan atau bentuk-bentuk
penganiayaan lain. Aku bosan dengan rutinitas. Sampai suatu hari terjadilah
sebuah peristiwa yang hingga kini tak pernah kulupakan.
Ketika itu, kami dengan seorang kawan sedang
bertugas di sebuah pos jalan. Kami asyik ngobrol … tiba –tiba kami dikagetkan
oleh sebuah benturan yang amat keras, kami mengedarkan pandangan. Ternyata
sebuah mobil bertabrakan dengan mobil lain yang meluncur dari arah yang
berlawanan. Kami segera berlari menuju tempat kejadian untuk menolong korban.
Kejadian yang sungguh tragis. Kami lihat dua
awak salah satu mobil dalam kondisi sangat kritis, keduanya segera kami
keluarkan dari mobil lalu kami bujurkan di tanah.
Kami cepat-cepat menuju mobil satunya.
Ternyata pengemudinya telah tewas dengan amat mengerikan. Kami kembali kepada
dua orang yang berada dalam kondisi koma. Temanku menuntun mereka mengucapkan
kalimat syahadat.
Ucapkanlah : “Laailaaha Illallaah …
laailaaha illallaah perintah temanku.
Tetapi sungguh mengherankan, dari mulutnya
malah meluncur lagu-lagu. Keadaan ini membuatku merinding. Temanku tampaknya
sudah biasa menghadapi orang-orang yang sekarat… kembali ia menuntun korban itu
membaca syahadat.
Aku diam membisu, aku tak berkutik dengan
pandangan nanar. Seumur hidupku, aku belum pernah menyaksikan orang yang sedang sekarat, apalagi dengan
kondisi seperti ini. Temanku terus menuntun keduanya mengulang-ulang bacaan
syahadat , tetapi … keduanya tetap terus saja melantunkan lagu tak ada gunanya…
Suara lagunya terdengar semakin melemah..
lemah dan lemah sekali. Orang pertama diam, tak bersuara lagi, disusul orang
kedua. Tak ada gerak … keduanya telah meninggal dunia.
Kami segera membawa mereka ke dalam mobil. Temanku menunduk, ia tak
berbicara sepatah katapun. Selama perjalanannya ada kebisuan, hening.
Kesucian pecah ketika temanku mulai bicara.
Ia berbicara tentang hakikat kematian dan su’ul khatimah ( kesudahan
yang buruk ) . ia berkata : “ Manusia akan mengakhiri hidupnya………
Tidak ada komentar:
Posting Komentar